Punya rumah adalah mimpi bagi banyak orang, terutama bagi generasi Milenial seperti saya dan Gen Z. Namun, ketika berhadapan dengan realitas, harga properti yang terus melambung bisa membuat kita ternganga.
Sementara itu, pendapatan yang kita terima seringkali belum mencukupi untuk menutup kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk mencicil rumah.
Banyak dari kita terjebak dalam siklus sewa yang seakan tak ada ujungnya. Setiap kali melihat simulasi cicilan rumah, rasanya mimpi memiliki rumah semakin jauh dari jangkauan.
Dalam novel Home Sweet Loan karya Almira Bastari, kita diajak mengikuti kisah Kaluna, seorang perempuan muda yang berjuang untuk mewujudkan mimpinya memiliki rumah.
Dengan gaji yang pas-pasan, tekanan sebagai generasi sandwich, dan dilema antara gaya hidup hemat versus gaya hidup mewah, Kaluna mencoba mencari solusi dengan mengambil pekerjaan sampingan. Bumbu-bumbu ini yang membuat novel ini relevan bagi banyak pembaca muda.
Mengapa Ingin Punya Rumah?

Banyak alasan seseorang ingin memiliki rumah. Bagi Kaluna, selain keinginan untuk mandiri, rumah juga merupakan pelarian dari kondisi keluarganya yang sudah terlalu sumpek.
Rumah orang tuanya ditempati oleh kedua kakaknya beserta keluarganya masing-masing, menjadikan rumah itu semakin padat dan ruwet. Kaluna sering kali diminta mengalah, bahkan kamar pribadinya harus ia serahkan kepada keponakannya, sementara ia sendiri pindah ke kamar pembantu.
Tidak jarang pula uang yang ia miliki diminta oleh anggota keluarga lainnya untuk kebutuhan mereka.
Situasi ini sangat relatable bagi banyak orang di generasi sekarang. Mereka merindukan rumah sebagai tempat untuk beristirahat, bukan tempat yang menambah beban pikiran.
Setelah menghadapi pekerjaan yang melelahkan, pulang ke rumah seharusnya menjadi momen untuk beristirahat, bukan berhadapan dengan masalah keluarga yang tidak ada habisnya.
Privasi adalah hal yang semakin langka, dan keinginan untuk memiliki tempat yang benar-benar milik sendiri semakin mendesak.
Apakah Penghasilan Cukup? Karir Oke?

Dengan gaji yang belum mencapai dua digit dan karir yang stagnan, bagaimana mimpi memiliki rumah bisa terwujud? Ini adalah tantangan yang dihadapi oleh Kaluna. Dia mencoba mengakali keadaan dengan berhemat, menabung, dan melakukan side-job di akhir pekan.
Banyak orang yang sebenarnya memiliki potensi tinggi, bekerja dengan effort yang luar biasa. Namun, jenjang karir yang mulus tidak datang begitu saja.
Kadang diperlukan koneksi atau keberuntungan, yang sayangnya tidak semua orang miliki. Di tengah situasi yang stagnan, apakah kita harus pasrah? Jawabannya, tidak.
Jika memiliki tekad kuat, kita bisa mencari sumber penghasilan lain di luar jam kerja, seperti yang Kaluna lakukan.
Mimpi Harus Realistis!
Kaluna menyadari kemampuan finansialnya yang terbatas, sehingga dia tidak memaksakan diri untuk mencari rumah atau apartemen mewah di tengah kota. Sebaliknya, dia fokus mencari apartemen kecil yang dekat dengan kantornya atau rumah di pinggiran kota meskipun harus menempuh perjalanan lebih lama ke tempat kerja.
Kesadaran diri seperti ini adalah pelajaran penting yang dapat kita ambil dari Kaluna. Terkadang, mimpi tidak harus sempurna. Yang penting, kita tidak memaksakan diri sehingga terhindar dari krisis finansial yang bisa menghantui setiap hari.
Support System: Apa Pentingnya?

Meskipun keluarganya seringkali menambah beban pikiran dan pasangan Kaluna tidak terlalu mendukung, teman-temannya menjadi penopang utama yang membuatnya tetap bersemangat mengejar mimpinya.
Di dunia nyata, support system memang memainkan peran penting dalam kehidupan kita. Mereka bisa memberikan perspektif baru, mengurangi stres, dan mendorong kepercayaan diri.
Selain dari keluarga atau pasangan, support system bisa datang dari sahabat, komunitas, atau bahkan profesional. Kaluna mengajarkan kita bahwa, di tengah perjuangan, kita juga bisa menjadi support system bagi orang lain.
Komitmen dan Pengorbanan: Harga yang Harus Dibayar

Perjuangan untuk memiliki rumah tidak hanya tentang strategi finansial atau mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat. Di balik itu, ada komitmen dan pengorbanan yang harus dilakukan.
Kaluna menyadari bahwa untuk mewujudkan mimpinya, ia harus membuat banyak pengorbanan: mengurangi pengeluaran untuk hal-hal yang ia sukai, membatasi aktivitas sosial, hingga sering kali mengesampingkan waktu untuk bersenang-senang demi mengambil pekerjaan sampingan.
Namun, komitmen yang kuat ini adalah kunci penting bagi siapa saja yang ingin mencapai tujuan besar, terutama dalam hal yang menuntut finansial seperti memiliki rumah.
Kaluna juga harus terus bersabar dan konsisten dalam usahanya. Tidak mudah untuk menolak godaan gaya hidup yang lebih mewah atau menghindari tekanan sosial dari lingkungan yang mungkin sudah lebih dulu sukses secara finansial.
Apakah Semua Akan Terbayar?

Tantangan terbesar yang seringkali dihadapi generasi muda seperti Kaluna adalah pertanyaan, “Apakah semua pengorbanan ini akan terbayar?” Ketidakpastian masa depan, perubahan kondisi ekonomi, hingga krisis tak terduga bisa membuat kita meragukan langkah yang sudah diambil.
Dalam novel Home Sweet Loan, Kaluna terus mempertanyakan keputusan dan pilihannya, terutama ketika melihat banyak temannya yang hidup lebih nyaman tanpa tekanan besar soal keuangan atau memiliki rumah.
Di sini, novel ini juga menyentuh tentang pentingnya bersyukur dan menghargai proses. Meskipun mimpi memiliki rumah terasa jauh dan sulit dicapai, perjalanan menuju mimpi itulah yang membentuk karakter dan kekuatan mental kita.
Seiring waktu, kita bisa belajar bahwa kebahagiaan tidak melulu diukur dari kepemilikan material, tetapi dari kemampuan untuk terus berjuang dan bertahan.
Dapatkan Buru Originalnya Disini :
Merasa terbantu dengan artikel ini dan ingin beri saya apresiasi ?
Kamu bisa traktir saya disini : teer.id/anggawahyudi 😀
Leave a Reply